Senin, 07 November 2011

ASAL USUL BANYUWANGI



LEGENDA
Dahulu kala di kaki Gunung Raung ada sebuah desa yang letaknya terpencil jauh dari desa yang lain. Desa Parang Alas namanya. Di situ hidup Ki Buyut Kancur dengan seorang anaknya yang cantik, Sri Tanjung namanya. Kecantikan Sri Tanjung bukan saja dikenal oleh para perjaka di desanya, tetapi sampai ke desa-desa yang lain, mereka tahu siapa Sri Tanjung setiap lelaki yang bertemu dengannya pasti menyukainya. Pada suatu hari di kerajaan Sindureja, Raja Sidareja sedang bermusyawarah dengan Sidapaksa, patihnya.
" Hai Patih, tahukah kamu mengapa aku memintamu untuk menghadap?"
"Ampun Gusti, Hamba belum mengetahuinya"
"Ketahuilah bahwa ada sesuatu yang ingin kusampaikan kepadamu. Pada saat ini Permaisuri sedang hamil muda dan aneh-aneh yang di mintanya namun, semua itu sudah aku penuhi kecuali satu, yaitu daging menjangan muda. Oleh karena itu aku memintamu untuk mencarikannya, Ini perintah Patih kamu harus laksanakan. Jangan menghadap aku sebelum engkau berhasil menangkap menjangan muda!"
"Hamba bersedia Gusti, hari ini hamba berangkat".
Pagi-pagi sebelum matahari terbit, tanpa pengawal Patih berangkat ke hutan, dengan tujuan menangkap menjangan (rusa) muda. Dengan mata tajam di awasinya segala macam gerak yang ada di dalam hutan itu kalau-kalau ada se ekor menjangan muda melompat. Anehnya meskipun ia jauh masuk kedalam hutan itu, tak se ekor binatang dijumpainya.
Hari pun semakin sore, dengan kecewa ia menuju pedesaan terdekat untuk beristirahat dan dipilihnya desa yang terdekat dengan hutan itu. Sampailah ia di desa Parang Alas. Desa ini sepi namun bersih. Di ketuk nya rumah yang terletak di ujung desa, Ki Patih sangat terkejut ternyata yang membukakan pintu seorang gadis yang amat cantik. Ia terpesona memandang gadis itu. Untuk beberapa saat Ia tidak berbicara apa-apa dan dia tersadar saat di sapa si gadis.


"Tuan mencari siapa?" Ucap gadis itu dengan ramah nya.
"Hemm mencari tumpangan, Dik. Bolehkah saya menginap disini satu malam saja?" katanya tergopoh-gopoh.
"Sebentar Tuan, kupanggil ayah hamba dulu, barangkali beliau mengijinkan!" jawab gadis itu seraya meninggalkan.
Tak lama kemudian Ki Buyut Kancur menemui tamunya. Terjadilah pembicaraan antara keduanya. Ki Patih menceritakan jati diri nya dan apa tujuan kedatangan nya. Akhirnya Ia diterima menginap di rumah Ki Buyut. Sebenarnya Patih amat lelah, namun hampir semalam tidak dapat memejamkan mata walau sekejap. Di benaknya hanya terbayang wajah gadis cantik putri Ki Buyut. Patih Sidapaksa cinta kepada gadis desa Parang Alas itu.
Pagi harinya, Ia memutuskan untuk melamar Sri Tanjung. Ki Buyut menerima lamaran itu demikian juga Sri Tanjung, Ia tidak menolak. Entah kenapa ia sangat tertarik kepada pemuda perkasa itu. Perkawinan pun dilakukan dengan amat sederhana, sesuai dengan desa yang memang sepi itu. Dengan bantuan Ki Buyut, Patih Sidapaksa dapat menangkap seekor menjangan muda. Ini berarti ia dapat kembali ke Istana menghadap Raja. beberapa hari kemudian, Patih berpamitan kepada Ki Buyut untuk kembali ke Istana. Dengan se ekor menjangan muda yang masih hidup, Patih Sidapaksa bersama istrinya Sri Tanjung menghadap raja. Raja sangat gembira, sebab idam-idaman permaisuri telah terpenuhi. Namun begitu melihat kecantikan Sri Tanjung, Iman Raja goyah dan hati nya bergejolak, ia ingin memilikinya. oleh karena itu dicarinyalah akal. Agar maksudnya tercapai Raja menyanjung dan berterima kasih atas keberhasilan Patih atas melaksanakan perintah nya. " tatapi Patih. Sabdanya kemudian. " Masih ada satu tugas lagi yang harus engkau kerjakan, yaitu mencari "tumbal" agar Kerajaan Sindureja menjadi negara yang kuat dan kokoh. Tumbal yang di maksud adalah dua benda keramat yaitu tiga lingkaran emas dan tiga gulung janggut putih. Kedua benda tersebut hanya ada di negeri Indran."
"Bagaimana Patih apakah engkau sanggup menerima tugas ini?" tanya sang raja.
" Hamba sanggup, Gusti. hanya hamba menitip istri hamba agar terjaga keselamatannya," jawab Patih dengan suara bergetar.
"Bagus". Ucap Raja dengan penuh kemenangan.
saat padi menjelang, dengan amat sedih Patih Sidapaksa berpamitan kepada Sri Tanjung. berangkatlah Ia ke negeri Indran yang amat jauh. Menurut cerita orang Negeri Indran adalah negeri Jin yang amat angker siapapun yang datang ke negeri itu takkan pernah bisa kembali.
Akhirnya, pada hari ke empat puluh sampailah Ia ke negeri Indran. Negeri itu amat Indah, ramai dan penduduknya sangat ramah lebih-lebih raja nya ia amat baik dan bijaksana. Tanpa kesukaran sedikitpun di peroleh nya "Tumbal" yang di carinya itu dan dengan bangga Ia pulang ke negeri nya. Sri Tanjung siang malam selalu berdoa agar suaminya selamat dalam perjalanan dan berharap cepat kembali. Ia ketakutan, sebab selalu diganggu Raja yang meminta dan merayu agar mau untuk dijadikan isterinya. Bahkan Raja mengatakan Patih Sidapaksa telah gugur dalam melakukan tugas ke negeri Indran. Sri Tanjung selalu menolak ajakan sang raja karna ia percaya suaminya selamat. Dengan tak disangka-sangka, Patih Sidapaksa datang dan terus menghadap raja. Raja amat terkejut sebab ia beranggapan bahwa Sidapaksa telah mampus dicekik Jin di negeri Indran. Namun, dia mencoba bersikap ramah, seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Raja berterima kasih atas keberhasilannya. Dia meminta maaf karena tidak bisa menjaga Sri Tanjung. Dikatakannya bahwa sepeninggalnya, Sri Tanjung telah berkali-kali menyeleweng dengan pengawal-pengawalnya. Rupanya, Fitnah Raja itu termakan benar di hati Patih. Ia sangat marah dan langsung pulang tanpa pamit. Tanpa di selidiki dahulu kebenaran apa yang dikatakan raja. Ia akan menghunus keris untuk membunuh Sri Tanjung. Namun, sebelum ajal nya tiba ia sempat berpesan. Katanya " Kakanda, Adinda rela mati meskipun tidak tahu sebabnya. Adinda mohon sudilah kakanda membuang mayat Adinda ke sungai jika nanti bau air sungai nanti amis, itu menandakan bahwa adinda bersalah. Tetapi, jika banyu (Air)sungai nanti berbau wangi (harum) itu pertanda adinda suci." Antara mendengar atau tidak, Sidapaksa segera menancapkan kerisnya, Sri Tanjung roboh dan meninggal seketika. Dengan kemarahan yang memuncak, mayatnya di lemparkan ke sungai. Begitu mayatnya menyentuh air sungai, bau harumpun semerbak tercium oleh Patih Sidapaksa kemudian Ia sadar dan teringat akan pesan Sri Tanjung. Istrinya tak bersalah. Ia suci.
Sambil menyesali perbuatannya, Ia lari mengikuti aliran sungai itu, Ia meraung-raung sambil berteriak, "Banyuwangi,banyuwangi,banyuwangi!" Sejak saat itu sampai sekarang daerah itu dan sekitarnya dinamakan orang Banyuwangi
 (Banyu = Air, wangi = harum. Arti selengkapnya : Air yang harum baunya.


Sejarah Perjuangan




Merujuk data sejarah yang ada, sepanjang sejarah Blambangan kiranya tanggal 18 Desember 1771 merupakan peristiwa sejarah yang paling tua yang patut diangkat sebagai hari jadi Banyuwangi. Sebelum peristiwa puncak perang Puputan Bayu tersebut sebenarnya ada peristiwa lain yang mendahuluinya, yang juga heroik-patriotik, yaitu peristiwa penyerangan para pejuang Blambangan di bawah pimpinan Pangeran Puger ( putra Wong Agung Wilis ) ke benteng VOC di Banyualit pada tahun 1768.


Namun sayang peristiwa tersebut tidak tercatat secara lengkap pertanggalannya, dan selain itu terkesan bahwa dalam penyerangan tersebut kita kalah total, sedang pihak musuh hampir tidak menderita kerugian apapun. Pada peristiwa ini Pangeran Puger gugur, sedang Wong Agung Wilis, setelah Lateng dihancurkan, terluka, tertangkap dan kemudian dibuang ke Pulau Banda ( Lekkerkerker, 1923 ).


Berdasarkan data sejarah nama Banyuwangi tidak dapat terlepas dengan keajayaan Blambangan. Sejak jaman Pangeran Tawang Alun (1655-1691) dan Pangeran Danuningrat (1736-1763), bahkan juga sampai ketika Blambangan berada di bawah perlindungan Bali (1763-1767), VOC belum pernah tertarik untuk memasuki dan mengelola Blambangan ( Ibid.1923 :1045 ).
Pada tahun 1743 Jawa Bagian Timur ( termasuk Blambangan ) diserahkan oleh Pakubuwono II kepada VOC, VOC merasa Blambangan memang sudah menjadi miliknya. Namun untuk sementara masih dibiarkan sebagai barang simpanan, yang baru akan dikelola sewaktu-waktu, kalau sudah diperlukan. Bahkan ketika Danuningrat memina bantuan VOC untuk melepaskan diri dari Bali, VOC masih belum tertarik untuk melihat ke Blambangan (Ibid 1923:1046).


Namun barulah setelah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan dan mendirikan kantor dagangnya (komplek Inggrisan sekarang) pada tahun 1766 di bandar kecil Banyuwangi ( yang pada waktu itu juga disebut Tirtaganda, Tirtaarum atau Toyaarum), maka VOC langsung bergerak untuk segera merebut Banyuwangi dan mengamankan seluruh Blambangan. Secara umum dalam peprangan yang terjadi pada tahun 1767-1772 ( 5 tahun ) itu, VOC memang berusaha untuk merebut seluruh Blambangan. Namun secara khusus sebenarnya VOC terdorong untuk segera merebut Banyuwangi, yang pada waktu itu sudah mulai berkembang menjadi pusat perdagangan di Blambangan, yang telah dikuasai Inggris.


Dengan demikian jelas, bahwa lahirnya sebuah tempat yag kemudian menjadi terkenal dengan nama Banyuwangi, telah menjadi kasus-beli terjadinya peperangan dahsyat, perang Puputan Bayu. Kalau sekiranya Inggris tidak bercokol di Banyuwangi pada tahun 1766, mungkin VOC tidak akan buru-buru melakukan ekspansinya ke Blambangan pada tahun 1767. Dan karena itu mungkin perang Puputan Bayu tidak akan terjadi ( puncaknya ) pada tanggal  Desember 1771. Dengan demikian pasti terdapat hubungan yang erat perang Puputan Bayu dengan lahirnya sebuah tempat18 yang bernama Banyuwangi. Dengan perkataan lain, perang Puputan Bayu merupakan bagian dari proses lahirnya Banyuwangi. Karena itu, penetapan tanggal 18 Desember 1771 sebagai hari jadi Banyuwangi sesungguhnya sangat rasional.





0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Enterprise Project Management